This is featured post 1 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.
This is featured post 2 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.
This is featured post 3 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.
Jumat, 18 Januari 2013
01.42
Unknown
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Korupsi di Indonesia telah menjamur di berbagai segi kehidupan. Dari Instansi
tingkat desa, kota, hingga pemerintahan, bisa di bilang korupsi sudah
memnbudaya di Indonesia. Tetapi mengadakan usaha untuk memberantas korupsi
memang bukan suatu yang sia-sia. Penyelesaian korupsi masih tebang pilih dan
pelaksanaan hukumnya masih belum maksimal. Masih banyak korupsi yang
berkeliaran di Indonesia, dan masih sangat pintar para korupsi untuk
mengelabuhi menyuap agar kasus tersebut tak segera muncul dipermukaan.
Seperti kasus dalam makalah ini, kasus Aulia Pohan yang telah merugikan negara
sebanyak 100 Milyar Rupiah. Namun besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu
hanya diberi hukuman dua pertiga dari hukuman yang seharusnya dijalani. Hal
tersebut karena remisi yang didapatkan Aulia Pohan sehari setelah hari
peringatan proklamasi Indonesia. Aulia Pohan tidak bermain sendiri, dalam kasus
ini mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia itu menyeret beberapa nama. Ini
merupakan tamparan besar bagi keluarga kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono.
Kasus Aulia Pohan ini pun mengalami banyak pro dan kontra. Pasalnya Aulia tidak
turut memakan uang hasil korupsi tersebut.
Ini merupakan sedikit gambaran bahwasanya perkorupsian di Indonesia masih
sangat membudidaya dan belum mampu diberantas hingga akar-akarnya.
B. RUMUSAN MASALAH
Terjadinya kasus – kasus korupsi menimbulkan masalah di
berbagai bidang di kehidupan kita. Antara lain masalah dibidang ekonomi, politik,
dan ketatanegaraan. Contohnyan adalah terjadinya penurunan rasa kepercayaan masyarakat
terhadap pemerintah.
C. TUJUAN
Adapun
tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
1.
Untuk mengetahui pelanggaran
– pelanggaran yang dilakukan oleh tersangka korupsi.
2.
Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
Indonesia agar menjunjung tinggi nilai – nilai dan norma – norma di dalam etika
pekerjaan, khususnya nilai kejujuran.
BAB II
SEKILAS TENTANG KORUPSI
A. PENGERTIAN KORUPSI
Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang
artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Menurut Dr.
Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang
dan jabatan guna mengeduk keuntungan, dan merugikan kepentingan umum.
Korupsi menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang
menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku
menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka dapat
disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan
masyarakat luas dengan berbagai macam modus.
B. MACAM –MACAM KORUPSI
Dalam UU No 31 Tahun 1999 dan UU No 20 Tahun 2001 dalam pasal-pasalnya,
terdapat 33 jenis tindakan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi. 33
tindakan tersebut dikategorikan ke dalam 7 kelompok yaitu :
1. Korupsi yang
terkait dengan penggelapan dalam jabatan
2. Korupsi yang
terkait dengan suap-menyuap
3. Korupsi yang
terkait dengan merugikan keuangan Negara
4. Korupsi yang
terkait dengan pemerasan
5. Korupsi yang
terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan
6. Korupsi yang
terkait dengan perbuatan curang
Dari definisi tersebut digabungkan
dan dapat diturunkan menjadi dihasilkan tiga macam model korupsi yaitu:
1. Model korupsi lapis pertama :
Berada dalam bentuk suap (bribery),
yakni dimana pengusaha atau warga yang membutuhkan jasa dari birokrat atau
petugas pelayanan publik atau pembatalan kewajiban membayar denda ke kas
negara, pemerasan (extortion) dimana prakarsa untuk meminta balas jasa
datang dari birokrat atau petugas pelayanan public lainnya.
2. Model korupsi lapis kedua : Jaring-jaring korupsi (cabal)
antar birokrat, politisi, aparat penegakan hukum, dan perusahaan yang
mendapatkan kedudukan istimewa. Pada korupsi dalam bentuk ini biasanya terdapat
ikatan-ikatan yang nepotis antara beberapa anggota jaring-jaring korupsi, dan
lingkupnya bisa mencapai level nasional.
3. Model korupsi lapis ketiga : Korupsi dalam model ini
berlangsung dalam lingkup internasional dimana kedudukan aparat penegak hukum
dalam model korupsi lapis kedua digantikan oleh lembaga-lembaga internasional
yang mempunyai otoritas di bidang usaha maskapai-maskapai mancanegara yang
produknya terlebih oleh pimpinan rezim yang menjadi anggota jarring-jaring
korupsi internasional korupsi tersebut.
C. SEBAB –
SEBAB TERJADINYA KORUPSI
Banyak faktor penyebab korupsi terjadi. Akan tetapi, secara umum
dapatlah dirumuskan, sesuai dengan pengertian korupsi diatas yaitu bertujuan
untuk mendapatkan keuntungan pribadi / kelompok / keluarga / golongannya
sendiri atau faktor – faktor lain, seperti:
ü Tidak adanya
tindakan hukum yang tegas.
ü Kelemahan
pengajaran-pengajaran agama dan etika.
ü Kurangnya pendidikan.
ü Adanya
banyak kemiskinan.
ü Kelangkaan
lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.
ü Struktur
pemerintahan.
ü Keadaan
masyarakat yang semakin majemuk, dll
D.
CIRI – CIRI KORUPSI
Ada bermacam – macam ciri korupsi. Menurut ahli sosiolog dalam bukunya
menerangkan beberapa ciri koruptor, yaitu:
Ø Korupsi senantiasa melibatkan lebih
dari satu orang.
Ø Korupsi pada umumnya melibatkan
keserbarahasiaan.
Ø Korupsi melibatkan elemen kewajiban
dan keuntungann timbal balik.
Ø Berusaha menyelubungi perbuatannya
dengan berlindung dibalik perlindungan hukum.
Ø Setiap tindakan korupsi mengandung
penipuan, biasanya pada badan publik atau masyarakat umum.
Ø Setiap bentuk korupsi adalah suatu
pengkhianatan kepercayaan.
Ø Perbuatan korupsi melanggar
norma-norma tugas dan pertanggungjawaban dalam masyarakat.
BAB III
ISSU KASUS
KORUPSI
Dalam makalah ini saya akan mencoba menghadirkan satu contoh kasus yaitu kasus
yang dialami oleh Aulia Tantowi Pohan atau yang lebih dikenal dengan Aulia
Pohan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil mengusut kasus korupsi untuk
kesekian kalinya. Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Aulia Pohan tersandung
dakwaan kasus korupsi. Aulia Pohan dianggap melakukan penyalahgunaan dana
Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) senilai Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah). Dalam kasus ini menyeret pula beberapa nama yaitu
Maman H. Soemantri, Bunbunan E.J. Hutapea dan Aslim Tadjudin . Terjadi pro dan
kontra dalam kasus ini, dikarenakan menurut pemberitaan Aulia Pohan tidak ikut
memakan hasil korupsi tersebut sedangkan disisi lain Aulia Pohan bersalah
karena memiliki ide tersebut.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) akhirnya mengganjar besan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu dengan pidana 4,5 tahun penjara. Sama hal
nya dengan rekan – rekannya yang mendapatkan hukuman penjara 4 hingga 4,5 tahun
penjara serta denda masing-masing Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Dalam putusan itu, majelis hakim sesungguhnya tidak kompak. Empat hakim, yakni
Edward Patinasarani, Anwar, Hendra Yospin, dan Slamet Subagyo menilai bahwa Aulia
Pohan bersama dengan rekan – rekannya dinilai terbukti bersalah dengan dakwaan
primer yang melanggar Pasal 2 (1) UU Pemberantasan Tipikor dan melanggar pasal 3 UU Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Hakim Hendra
Yospin, anggota majelis yang lain, menilai Aulia Pohan bersama dengan rekan –
rekannya telah menyetujui pencairan dana Rp 100 miliar itu di luar sistem
anggaran.
Pada saat peringatan HUT RI ke-65, 17 Agustus 2010 lalu Aulia Pohan bersama dengan rekan –
rekannya mendapat remisi. Dia bersama dengan tiga terpidana korupsi aliran
dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) Bank Indonesia menerima
pengurangan hukuman selama tiga bulan. Usai menerima remisi, sejak 18 Agustus
2010 Aulia Pohan
bersama dengan rekan – rekannya resmi bebas bersyarat. Seperti yang
diungkapkan Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar, “Dia sudah boleh pulang ke
rumah, tapi tidak boleh kemana - mana sampai masa tahanannya berakhir. Untuk
bebas bersyarat, syaratnya harus juga sudah membayar semua denda kepada
negara.” Pembebasan bersyarat itu diterima Aulia setelah dia menjalani dua
pertiga masa tahanan. Aulia Pohan ditahan sejak 27 November 2008. Sebelumnya,
Mahkamah Agung telah mengurangi hukuman Aulia Pohan dari empat tahun menjadi
tiga tahun penjara.
BAB
IV
ANALISIS PELANGGARAN HUKUM, NILAI, NORMA
DAN ETIKA
A. PELANGGARAN
BERDASARKAN DENGAN HUKUM MATERIL
Hukum materil
adalah mengatur tentang apa siapa dan bagaimana orang dapat dihukum. Dalam
contoh kasus ini Aulia Pohan terbukti bersalah karena melanggar pasal 2 ayat 1
UU pemberantasan tipikor yang berbunyi Setiap orang yang secara melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi
yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun
dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah). Dan melanggar pasal 3 UU pemberantasan tipikor yang
berisi Setiap orang yang dengan sengaja menguntungkan diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana
yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000 (lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
B.
PELANGGARAN BERDASARKAN DENGAN HUKUM
PIDANA
Hukum
pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran – pelanggaran dan
kejahatan – kejahatan terhadap kepentingan umum. Kasus Aulia Pohan termasuk
dalam peanggaran hukum pidana bukan pelanggaran hukum perdata. Karena Aulia
Pohan telah melanggar kepentingan umum yaitu merugikan keunangan negara.
C.
PELANGGARAN NILAI DAN NORMA
Nilai adalah suatu sifat atau
kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Sesuatu yang
mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu.
Sedangkan norma adalah wujud yang kongkrit dalam tingkah laku untuk memberikan
penilaian tersebut. Dalam kasus ini Aulia Pohan telah melakukan pelanggaran
terhadap nilai – nilai dan norma – norma kejujuran.
D.
PELANGGARAN ETIKA
Etika adalah suatu sikap yang membahas
tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti
suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap
yang bertanggung jawab berhadapan dengan ajaran moral. Dalam kasus ini, Aulia
Pohan telah melakukan pelanggaran etika dalam pekerjaan. Aulia Pohan melanggar
kode etik pekerjaan, yaitu melakukan suatu pekerjaan diluar kewenangannya.
BAB
V
ANALISIS KASUS DARI BERBAGAI PERSPEKTIF
1. Sosiologi Hukum
Sosiologi
hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara emipiris dan analitis mempelajari
hubungan tibal balik antara hukum sebagai gejala sosial dan gejala-gejala
sosial lainyya. Sosiologi hukum juga memperjelas praktik-praktik hukum.
Dalam makalah ini, Aulia Pohan
terbukti menuangkan suatu ide dalam penyalahgunaan sana YPPI. Hal tersebut
melanggar pasal 2 ayat 1 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan pasal 3 UU
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Meski hasil korupsi tersebut tidak satu
rupiahpun Aulia nikmati namun Aulia Pohan telah memperkaya orang lain dengan
penyalahgunaan dana tersebut. Apa yang dilakukan Aulia dan kawan-kawan telah
merugikan uang negara.
2. Ekonomi
Hukum
Ekonomi
hukum adalah suatu ilmu yang dapat digunakan dalam hukum untuk mengetahui ada
tidaknya kerugian terhadap keuangan negara. Kasus Aulia Pohan merupakan kasus
korupsi, maka ilmu ekonomilah yang snagat membantu dalam proses pembuktiannya.
Aulia pohan telah merugikan uang negara sebesar 100 Milyar rupiah.
3. Politik
Hukum
Suatu
proses politik dalam hukum mampu melenyapkan ketegangan-ketegangan yang ada
dalam masyarakat. Aura politis ada dalam penyalahgunaan dana YPPI yang menyeret
Aulia Pohan ke meja hukum. Aulia dan kawan-kawan bekerjasama dalam pencairan
dana tersebut. Pembebasan Aulia Pohan juga diduga mengandung unsur politik.
Karena Auloia Pohan merupakan besan seorang presiden yang artinya bebasnya
Aulia merupakan penyembuhan nama baik seorang presiden beserta partain ya.
Sehingga Aulia dapat bebas lebih cepat dari waktu hukuman yang di tetapkan
hakim.
BAB
VI
SOLUSI DARI KASUS KORUPSI
Dalam melakukan
analisis atas perbuatan korupsi dapat didasarkan pada 3 (tiga) pendekatan
berdasarkan alur proses korupsi yaitu :
v Pendekatan pada posisi sebelum
perbuatan korupsi terjadi,
v Pendekatan pada posisi perbuatan
korupsi terjadi,
v Pendekatan pada posisi setelah
perbuatan korupsi terjadi.
Dari tiga
pendekatan ini dapat diklasifikasikan tiga strategi untuk mencegah dan
memberantas korupsi yang tepat yaitu:
1. Strategi
Preventif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan
dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap
penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat
meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat upaya yang dapat
meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya ini melibatkan banyak
pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu mencegah adanya
korupsi.
2. Strategi
Deduktif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan
terutama dengan diarahkan agar apabila suatu perbuatan korupsi terlanjur
terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti
dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi,
sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup
tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangat
membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun
ilmu politik dan sosial.
3. Strategi
Represif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan
terutama dengan diarahkan untuk memberikan sanksi hukum yang setimpal secara
cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi. Dengan dasar
pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak dari tahap penyelidikan,
penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk dapat
disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan tersebut dapat
dilakukan secara cepat dan tepat. Namun implementasinyaharus dilakukan secara
terintregasi. Bagi pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan
strategi yang hendak dilaksanakan.
Adapula strategi pemberantasan
korupsi secara preventif maupun secara represif antara lain :
1. Gerakan
“Masyarakat Anti Korupsi” yaitu pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini
perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan mengefektifkan gerakan
rakyat anti korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah ataupun ormas yang
lain perlu bekerjasama dalam upaya memberantas korupsi, serta kemungkinan
dibentuknya koalisi dari partai politik untuk melawan korupsi. Selama ini
pemberantasan korupsi hanya dijadikan sebagai bahan kampanye untuk mencari
dukungan saja tanpa ada realisasinya dari partai politik yang bersangkutan.
Gerakan rakyat ini diperlukan untuk menekan pemerintah dan sekaligus memberikan
dukungan moral agar pemerintah bangkit memberantas korupsi.
2. Gerakan
“Pembersihan” yaitu menciptakan semua aparat hukum (Kepolisian, Kejaksaan,
Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab serta memiliki
komitmen yang tinggi dan berani melakukan pemberantasan korupsi tanpa memandang
status sosial untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini dapat dilakukan
dengan membenahi sistem organisasi yang ada dengan menekankan prosedur structure
follows strategy yaitu dengan menggambar struktur organisasi yang sudah ada
terlebih dahulu kemudian menempatkan orang-orang sesuai posisinya masing-masing
dalam struktur organisasi tersebut.
3. Gerakan
“Moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi adalah
kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat manusia.
Melalui gerakan moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial masyarakat
yang sangat menolak, menentang, dan menghukum perbuatan korupsi dan akan
menerima, mendukung, dan menghargai perilaku anti korupsi. Langkah ini antara
lain dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan, sehingga dapat terjangkau
seluruh lapisan masyarakat terutama generasi muda sebagai langlah yang efektif
membangun peradaban bangsa yang bersih dari moral korup.
4. Gerakan
“Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai dalam
pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan menempatkan
orang yang sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Dan apabila masih ada
pegawai yang melakukan korupsi, dilakukan tindakan tegas dan keras kepada
mereka yang telah terbukti bersalah dan bilamana perlu dihukum mati karena
korupsi adalah kejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan siapa saja yang
melakukan korupsi berarti melanggar harkat dan martabat kehidupan.
5. Perlu adanya
sanksi yang tegas. Selama ini sanksi yang diberikan kepada para pelaku tindak
pidana korupsi sangatlah ringan. Seperti contoh kasus Aulia Pohan ini, dia
hanya menerima hukuman 4,5 tahun penjara. Bahkan Aulia Pohan bersama dengan rekan – rekannya menerima pengurangan
hukuman selama tiga bulan. Usai menerima remisi, sejak 18 Agustus 2010 Aulia Pohan bersama dengan rekan –
rekannya resmi bebas bersyarat. Seharusnya remisi dihapuskan
bagi para tersangka tindak pidana korupsi. Serta perlu adanya hukuman mati bagi
mereka yang melakukan tindak pidana korupsi.
6. Memiskinkan
harta para tersangka tindak pidana korupsi. Hal ini perlu dikukan agar para
pelaku tindak pidana korupsi tidak bias lagi menggunakan harta mereka yang
notabene bersumber dari negara tersebut untuk melakukan suap terhadap para
pelaku peradilan, contohnya suap terhadap hakim.
BAB
VII
PENUTUP
KESIMPULAN
Mencegah
korupsi tidaklah begitu sulit kalau kita secara sadar untuk menempatkan
kepentingan umum (kepentingan rakyat banyak) di atas kepentingan pribadi atau
golongan. Ini perlu ditekankan sebab betapa pun sempurnanya peraturan, kalau
ada niat untuk melakukan korupsi tetap ada di hati para pihak yang ingin korup,
korupsi tetap akan terjadi karena faktor mental itulah yangsangatmenentukan.
Pemerintah
Indonesia memang sudah berupaya untuk melakukan pemberantasan korupsi melaui
proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan peradilan sesuai dengan
undang-undang yang berlaku. Namun semuanya juga harus melihat dari sisi
individu yang melakukan korupsi, karena dengan adanya faktor-faktor yangt
menyebabkan terjadinya korupsi maka perlu adanya strategi pemberantasan korupsi
yang lebih diarahkan kepada upaya-upaya pencegahan berdasarkan strategi
preventif, disamping harus tetap melakukan tindakan-tindakan represif secara
konsisten. Serta sukses tidaknya upaya pemberantasan korupsi tidak hanya
ditentukan oleh adanya instrument hukum yang pasti dan aparat hukum yang
bersih, jujur,dan berani serta dukungan moral dari masyarakat, melainkan juga
dari political will pemimpin negara yang harus menyatakan perang
terhadap korupsi secara konsisten.
Jika semua
itu dilakukan dengan benar, serta adanya sanksi yang tegas bagi para koruptor,
maka negara kita pasti akan terbebas dari KORUPSI.
Langganan:
Postingan (Atom)