KATA
PENGANTAR
Puji
dan syukur kami Panjatkan atas Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Makalah
ini dapat digunakan untuk menunjang kegiatan peserta didik maupun individu
dalam kegiatan belajarnya, sehingga diharapkan dapat memperoleh ilmu pengetahuan
dan wawasan yang lebih luas mengenai globalisasi dan budaya ekonomi serta
dampak – dampaknya.
Akhir kata kami mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada
kami dalam mengerjakan makalah ini. Kami juga memerlukan kritik dan saran demi
penyempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi semua pihak.
Medan, 15 Januari 2013
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………… i
BAB 1 PENDAHULUAN …………………………………………. 1
A. Latar
Belakang ………………………………………….. 1
B. Rumusan
Masalah ………………………………………. 2
C. Tujuan
…………………………………………………… 2
BAB II PEMBAHASAN TENTANG GLOBALISASI ……………. 2
A. Sejarah
Globalisasi ……………………………………… 2
B. Pengertian
Globalisasi ………………………… ………... 3
C. Ciri
– Ciri Globalisasi …………………………………... 3
D. Teori
Globalisasi ………………………………………... 4
E. Jenis
– Jenis Globalisasi ………………………………… 4
F. Modernitas
………………………………………………. 7
G. Reaksi
Masyarakat Terhadap Globalisasi ……………….. 8
H. Dampak
– Dampak Dari Globalisasi …………………….. 9
BAB III PEMBAHASAN TENTANG BUDAYA KONSUMEN ……. 11
A. Sejarah
Budaya Konsumen / Konsumerisme …………….. 11
B. Pengertian
Budaya Konsumen …………………………… 11
C. Ciri
– Ciri Budaya Konsumen ……………………………. 12
D. Perspektif Budaya Konsumen …………………………… 12
E. Faktor
– Faktor Yang Mempengaruhi Pola Konsumsi …… 12
F. Individualisme
Baru Dalam Masyarakat Konsumen……… 13
G. Dampak
Dan Solusi Dari Budaya Konsumen ……………. 13
BAB IV PENUTUP …………………………………………………… 14
KESIMPULAN
……………………………………………… 14
DAFTAR PUSTAKA
……………………………………………………... 15
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dunia berkembang secara dinamis,
terus berubah tanpa ada yang bisa mengontrol gerak lajunya. Perkembangan yang
dimaksud kini memasuki era di mana dunia terasa menjadi semakin kecil, dunia
menjadi sebuah desa global, di mana segala macam informasi, modal, dan
kebudayaan bergerak secara cepat, tanpa halangan batas-batas kedaulatan.
Kemajuan tersebut dinamakan sebagai globalisasi.
Globalisasi
adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang bergerak terus dalam
masyarakat global dan merupakan bagian dari proses manusia global itu.
Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi mempercepat akselerasi
proses globalisasi ini. Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting kehidupan.
Globalisasi menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baru yang harus
dijawab, dipecahkan dalam upaya memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan
kehidupan.
Globalisasi
sendiri merupakan sebuah istilah yang muncul sekitar dua puluh tahun yang lalu,
dan mulai begitu populer sebagai ideologi baru sekitar lima atau sepuluh tahun
terakhir. Sebagai istilah, globalisasi begitu mudah diterima atau dikenal
masyarakat seluruh dunia. Wacana globalisasi sebagai sebuah proses ditandai
dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu
mengubah dunia secara mendasar. Globalisasi sering diperbincangkan oleh banyak
orang, mulai dari para pakar ekonomi, sampai penjual iklan.
Dalam
kata globalisasi tersebut mengandung suatu pengetian akan hilangnya satu
situasi dimana berbagai pergerakan barang dan jasa antar negara diseluruh dunia
dapat bergerak bebas dan terbuka dalam perdagangan. Dan dengan terbukanya satu
negara terhadap negara lain, yang masuk bukan hanya barang dan jasa, tetapi
juga teknologi, pola konsumsi, pendidikan, nilai budaya dan lain-lain. Konsep
akan globalisasi menurut Robertson (1992), mengacu pada penyempitan dunia
secara insentif dan peningkatan kesadaran kita akan dunia, yaitu semakin meningkatnya
koneksi global dan pemahaman kita akan koneksi tersebut. Di sini penyempitan
dunia dapat dipahami dalam konteks institusi modernitas dan intensifikasi
kesadaran dunia dapat dipersepsikan refleksif dengan lebih baik secara budaya.
Globalisasi memiliki banyak penafsiran dari berbagai sudut pandang. Sebagian
orang menafsirkan globalisasi sebagai proses pengecilan dunia atau menjadikan
dunia sebagaimana layaknya sebuah perkampungan kecil. Sebagian lainnya
menyebutkan bahwa globalisasi adalah upaya penyatuan masyarakat dunia dari sisi
gaya hidup, orientasi, dan budaya. Pengertian lain dari globalisasi seperti
yang dikatakan oleh Barker (2004) adalah bahwa globalisasi merupakan koneksi
global ekonomi, sosial, budaya dan politik yang semakin mengarah ke berbagai
arah di seluruh penjuru dunia dan merasuk ke dalam kesadaran kita. Produksi
global atas produk lokal dan lokalisasi produk global. Globalisasi adalah
proses dimana berbagai peristiwa, keputusan dan kegiatan di belahan dunia yang
satu dapat membawa konsekuensi penting bagi berbagai individu dan masyarakat di
belahan dunia yang lain.(A.G. Mc.Grew, 1992).
Proses
perkembangan globalisasi pada awalnya ditandai kemajuan bidang teknologi
informasi dan komunikasi. Bidang tersebut merupakan penggerak globalisasi. Dari
kemajuan bidang ini kemudian mempengaruhi sektor-sektor lain dalam kehidupan,
seperti bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain. Contoh sederhana
dengan teknologi internet, parabola dan TV, orang di belahan bumi manapun akan
dapat mengakses berita dari belahan dunia yang lain secara cepat. Hal ini akan
terjadi interaksi antarmasyarakat dunia secara luas, yang akhirnya akan saling
mempengaruhi satu sama lain, terutama pada kebudayaan daerah,seperti kebudayaan
gotong royong,menjenguk tetangga sakit dan lain-lain. Globalisasi juga
berpengaruh terhadap pemuda dalam kehidupan sehari-hari, seperti budaya
berpakaian, gaya rambut dan sebagainya.
B. RUMUSAN MASALAH
Adanya
globalisasi menimbulkan masalah di
berbagai bidang di kehidupan kita. Antara lain masalah dibidang ekonomi,
politik, dan budaya, contohnyan terhadap eksistensi kebudayaan daerah, salah
satunya adalah terjadinya penurunan rasa cinta terhadap kebudayaan yang
merupakan jati diri suatu bangsa, erosi nilai-nilai budaya, terjadinya
akulturasi budaya yang selanjutnya berkembang menjadi budaya massa, dan lain -
lain.
C. TUJUAN
Adapun
tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
1.
Untuk mengetahui
pengaruh globalisasi di berbagai bidang;
2.
Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
Indonesia agar menjunjung tinggi nilai-nilai ekonomi yang berdasarkan semangat kekeluargaan, musyawarah
mufakat, dan gotong royong.
3.
Untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat Indonesia khususnya golongan remaja agar menjunjung tinggi kebudayaan bangsa sendiri karena kebudayaan
merupakan jati diri bangsa.
BAB II
PEMBAHASAN TENTANG GLOBALISASI
A.
SEJARAH
GLOBALISASI
Banyak
sejarawan yang menyebut globalisasi sebagai fenomena di abad ke-20 ini yang
dihubungkan dengan bangkitnya ekonomi internasional. Padahal interaksi dan globalisasi
dalam hubungan antar bangsa di dunia telah ada sejak berabad-abad yang lalu.
Bila ditelusuri, benih-benih globalisasi telah tumbuh ketika manusia mulai
mengenal perdagangan antar negeri sekitar tahun 1000 dan 1500 M. Saat itu, para
pedagang dari Tiongkok dan India mulai menelusuri negeri lain baik melalui
jalan darat (seperti misalnya jalur sutera) maupun jalan laut untuk berdagang.
Fenomena berkembangnya perusahaan McDonald di seluroh pelosok dunia menunjukkan
telah terjadinya globalisasi.
Fase
selanjutnya ditandai dengan dominasi perdagangan kaum muslim di Asia dan
Afrika. Kaum muslim membentuk jaringan perdagangan yang antara lain meliputi
Jepang, Tiongkok, Vietnam, Indonesia, Malaka, India, Persia, pantai Afrika
Timur, Laut Tengah, Venesia, dan Genoa. Di samping membentuk jaringan dagang,
kaum pedagang muslim juga menyebarkan nilai-nilai agamanya, nama-nama, abjad,
arsitek, nilai sosial dan budaya Arab ke warga dunia.
Fase selanjutnya ditandai dengan eksplorasi dunia secara
besar-besaran oleh bangsa Eropa. Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda adalah
pelopor-pelopor eksplorasi ini. Hal ini didukung pula dengan terjadinya
revolusi industri yang meningkatkan keterkaitan antar bangsa dunia. berbagai
teknologi mulai ditemukan dan menjadi dasar perkembangan teknologi saat ini,
seperti komputer dan internet. Pada saat itu, berkembang pula kolonialisasi di
dunia yang membawa pengaruh besar terhadap difusi kebudayaan di dunia.
Semakin
berkembangnya industri dan kebutuhan akan bahan baku serta pasar juga
memunculkan berbagai perusahaan multinasional di dunia. Di Indinesia misalnya,
sejak politik pintu terbuka, perusahaan-perusahaan Eropa membuka berbagai
cabangnya di Indonesia. Freeport dan Exxon dari Amerika Serikat, Unilever dari
Belanda, British Petroleum dari Inggris adalah beberapa contohnya. Perusahaan
multinasional seperti ini tetap menjadi ikon globalisasi hingga saat ini.
Fase
selanjutnya terus berjalan dan mendapat momentumnya ketika perang dingin
berakhir dan komunisme di dunia runtuh. Runtuhnya komunisme seakan memberi
pembenaran bahwa kapitalisme adalah jalan terbaik dalam mewujudkan
kesejahteraan dunia. Implikasinya, negara negara di dunia mulai menyediakan
diri sebagai pasar yang bebas. Hal ini didukung pula dengan perkembangan
teknologi komunikasi dan transportasi. Alhasil, sekat-sekat antar negara pun
mulai kabur.
B. PENGERTIAN GLOBALISASI
Globalisasi
adalah mengintensifnya hubungan – hubungan social dari dunia, dimana tempat –
tempat yang berjauhan dapat saling berhubungan dan saling mempengaruhi.
Globalisasi adalah keterkaitan dan
ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui
perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi
yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi
semakin sempit, di mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling
berinteraksi, bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang
melintasi batas Negara.
Menurut asal katanya, kata
"globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal.
Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan
sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini
tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan,
kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung
dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses
alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain,
mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan
menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat. Banyak orang yang memiliki
berbagai sudut pandang yang berbeda mengenai pengertian globalisasi.
Kennedy dan Cohen menyimpulkan bahwa perubahan ini telah
membawa kita pada globalisme, sebuah kesadaran dan pemahaman baru bahwa dunia adalah satu. Giddens menegaskan bahwa kebanyakan
dari kita sadar bahwa sebenarnya diri kita turut ambil bagian dalam sebuah dunia
yang harus berubah tanpa terkendali yang ditandai dengan selera dan rasa
ketertarikan akan hal sama, perubahan dan ketidakpastian, serta kenyataan yang
mungkin terjadi. Sejalan dengan itu, Peter
Drucker menyebutkan globalisasi sebagai zaman
transformasi sosial.
Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang
dengan globalisasi:
- Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain.
- Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.
- Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.
- Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
- Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.
C.
CIRI – CIRI GLOBALISASI
Berikut
ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi di
dunia.
Ø Perubahan dalam ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang
seperti telepon genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi demikian
cepatnya, sementara melalui pergerakan massa semacam turisme memungkinkan kita
merasakan banyak hal dari budaya yang berbeda.
Ø Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung
sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh
perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO).
Ø Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film,
musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat
mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang
melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion,
literatur, dan makanan.
Ø Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang
lingkungan hidup, krisis multinasional, inflasi regional dan lain-lain.
D. TEORI
GLOBALISASI
Cochrane dan Pain
menegaskan bahwa dalam kaitannya dengan globalisasi, terdapat tiga posisi
teoritis yang dapat dilihat, yaitu:
- Para globalis. Yaitu masyarakat yang percaya bahwa globalisasi adalah sebuah kenyataan yang memiliki konsekuensi nyata terhadap bagaimana orang dan lembaga di seluruh dunia berjalan. Mereka percaya bahwa negara-negara dan kebudayaan lokal akan hilang diterpa kebudayaan dan ekonomi global yang homogen. meskipun demikian, para globalis tidak memiliki pendapat sama mengenai konsekuensi terhadap proses tersebut.
v Para globalis positif dan optimistis menanggapi
dengan baik perkembangan semacam itu dan menyatakan bahwa globalisasi akan
menghasilkan masyarakat dunia yang toleran dan bertanggung jawab.
v Para globalis pesimis berpendapat bahwa globalisasi
adalah sebuah fenomena negatif karena hal tersebut sebenarnya adalah bentuk
penjajahan barat
(terutama Amerika Serikat)
yang memaksa sejumlah bentuk budaya dan konsumsi yang homogen dan terlihat
sebagai sesuatu yang benar dipermukaan. Beberapa dari mereka kemudian membentuk
kelompok untuk menentang globalisasi (antiglobalisasi).
2. Para tradisionalis. Yaitu masyarakat yang tidak percaya bahwa globalisasi
tengah terjadi. Mereka berpendapat bahwa fenomena ini adalah sebuah mitos
semata atau, jika memang ada, terlalu dibesar-besarkan. Mereka merujuk bahwa kapitalisme telah menjadi sebuah fenomena internasional selama ratusan tahun. Apa yang tengah kita alami saat ini
hanyalah merupakan tahap lanjutan, atau evolusi, dari produksi dan perdagangan kapital.
3. Para transformasionalis. Yaitu masyarakat yang berada di antara para globalis dan
tradisionalis. Mereka setuju bahwa pengaruh globalisasi telah sangat
dilebih-lebihkan oleh para globalis. Namun, mereka juga berpendapat bahwa
sangat bodoh jika kita menyangkal keberadaan konsep ini. Posisi teoritis ini berpendapat
bahwa globalisasi seharusnya dipahami sebagai "seperangkat hubungan
yang saling berkaitan dengan murni melalui sebuah kekuatan, yang sebagian besar
tidak terjadi secara langsung". Mereka menyatakan bahwa proses ini
bisa dibalik, terutama ketika hal tersebut negatif atau, setidaknya, dapat
dikendalikan.
E. JENIS –
JENIS GLOBALISASI
1.
Globalisasi
ekonomi
Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu
kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan
seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa.
Ketika globalisasi ekonomi terjadi,
batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi
nasional dengan perekonomian internasional akan semakin erat. Globalisasi
perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri
ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang
masuknya produk-produk global ke dalam pasar
domestik.
Menurut Tanri
Abeng, perwujudan nyata dari globalisasi
ekonomi antara lain terjadi dalam bentuk-bentuk berikut:
ü Globalisasi produksi,
di mana perusahaan berproduksi di berbagai negara, dengan sasaran agar biaya produksi menajdi lebih rendah.
Hal ini dilakukan baik karena upah buruh yang rendah, tarif bea masuk yang murah, infrastruktur yang
memadai ataupun karena iklim usaha dan politik yang kondusif. Dunia dalam hal
ini menjadi lokasi manufaktur global.
ü Globalisasi pembiayaan.
Perusahaan global mempunyai akses untuk memperoleh pinjaman atau melakukan investasi (baik dalam bentuk portofolio ataupun langsung) di semua
negara di dunia. Sebagai contoh, PT
Telkom dalam memperbanyak satuan sambungan
telepon, atau PT Jasa Marga dalam memperluas jaringan jalan tol telah
memanfaatkan sistem pembiayaan dengan pola BOT (build-operate-transfer)
bersama mitrausaha dari manca negara.
ü Globalisasi tenaga kerja.
Perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja dari seluruh dunia
sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf profesional diambil dari tenaga kerja
yang telah memiliki pengalaman internasional atau buruh kasar yang biasa
diperoleh dari negara berkembang. Dengan globalisasi maka human movement
akan semakin mudah dan bebas. Kehadiran tenaga kerja asing merupakan gejala
terjadinya globalisasi tenaga kerja.
ü Globalisasi jaringan informasi. Masyarakat
suatu negara dengan mudah dan cepat mendapatkan informasi dari negara-negara di
dunia karena kemajuan teknologi, antara lain melalui: TV,radio,media cetak dll.
Dengan jaringan komunikasi yang semakin maju telah membantu meluasnya pasar ke
berbagai belahan dunia untuk barang yang sama. Sebagai contoh : KFC,
celana jeans levi's, atau hamburger melanda pasar dimana-mana. Akibatnya selera
masyarakat dunia -baik yang berdomisili di kota ataupun di desa- menuju pada
selera global.
ü Globalisasi Perdagangan.
Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman tarif serta
penghapusan berbagai hambatan nontarif. Dengan demikian kegiatan
perdagangan dan persaingan menjadi semakin cepat, dan ketat.
Thompson mencatat bahwa kaum globalis mengklaim saat ini telah
terjadi sebuah intensifikasi secara cepat dalam investasi dan perdagangan
internasional. Misalnya, secara nyata perekonomian nasional telah menjadi
bagian dari perekonomian global yang ditengarai dengan adanya kekuatan pasar
dunia.
2. Globalisasi
Sosial dan Budayaan
Globalisasi
kebudayaan berkembang seiring dengan perkembangan kapitalisme global dan
transparansi informasi. Dalam bidang kebudayaan globalisasi dituduh gagal dalam
menciptakan dan mempertahankan keanekaragaman budaya. Cita-citanya untuk
menghargai perbedaan dan tercapainya keadilan bagi semua umat manusia ternyata
tidak sesuai dengan realitas yang sedang terjadi, karena justru kecenderungan
globalisasi adalah penyeragaman. Karena itu, keanekaragaman budaya dan
masyarakat hanya tinggal konsep tanpa realitas (Sobrino dan Wilfred dalam Concilium
2001/5: 12). Globalisasi tidak hanya mempengaruhi sisi luar kebudayaan,
yakni keanekaragaman budaya, akan tetapi juga menyangkut hakikatnya, yakni cara
pandang kita tentang kenyataan dan kebenaran. Menurut Jean Baudrillard, dalam
globalisasi kebudayaan kebenaran dan kenyataan menjadi tidak relevan dan bahkan
lenyap. Contohnya bisa dilihat dalam dunia hiburan di mana kebudayaan direduksi
menjadi sebatas iklan dan tontonan media massa. Bagi Anthony Giddens,
globalisasi terjadi manakala berbagai tradisi keagamaan dan relasi kekeluargaan
yang tradisional berubah mengikuti kecenderungan umum globalisasi, yakni
bercampuraduk dengan berbagai tradisi lain. (Giddens, 2000: 4). Proyek penyeragaman
budaya dalam globalisasi tidak bisa dibatasi pada keidentikan dengan budaya
Barat terhadap budaya Timur.
Simon
Kemoni, sosiolog asal Kenya mengatakan bahwa globalisasi dalam bentuk yang
alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Dalam proses
alami ini, setiap bangsa akan berusaha menyesuaikan budaya mereka dengan
perkembangan baru sehingga mereka dapat melanjutkan kehidupan dan menghindari
kehancuran. Tetapi, menurut Simon Kimoni, dalam proses ini, negara-negara harus
memperkokoh dimensi budaya mereka dan memelihara struktur nilai-nilainya agar
tidak dieliminasi oleh budaya asing. Dalam rangka ini, berbagai bangsa haruslah
mendapatkan informasi ilmiah yang bermanfaat dan menambah pengalaman mereka.
Terkait dengan seni dan budaya, Seorang penulis asal Kenya bernama Ngugi Wa
Thiong’o menyebutkan bahwa perilaku dunia Barat, khususnya Amerika seolah-olah
sedang melemparkan bom budaya terhadap rakyat dunia. Mereka berusaha untuk
menghancurkan tradisi dan bahasa pribumi sehingga bangsa-bangsa tersebut
kebingungan dalam upaya mencari indentitas budaya nasionalnya. Penulis Kenya
ini meyakini bahwa budaya asing yang berkuasa di berbagai bangsa, yang dahulu
dipaksakan melalui imperialisme, kini dilakukan dalam bentuk yang lebih luas
dengan nama globalisasi.
Proses
saling mempengaruhi adalah gejala yang wajar dalam interaksi antar masyarakat.
Melalui interaksi dengan berbagai masyarakat lain, bangsa Indonesia ataupun
kelompok-kelompok masyarakat yang mendiami nusantara (sebelum Indonesia
terbentuk) telah mengalami proses dipengaruhi dan mempengaruhi. Kemampuan
berubah merupakan sifat yang penting dalam kebudayaan manusia. Tanpa itu
kebudayaan tidak mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang senantiasa
berubah. Perubahan yang terjadi saat ini berlangsung begitu cepat. Hanya dalam
jangka waktu satu generasi banyak negara-negara berkembang telah berusaha
melaksanakan perubahan kebudayaan, padahal di negara-negara maju perubahan
demikian berlangsung selama beberapa generasi. Pada hakekatnya bangsa
Indonesia, juga bangsa-bangsa lain, berkembang karena adanya pengaruh-pengaruh
luar. Kemajuan bisa dihasilkan oleh interaksi dengan pihak luar, hal inilah
yang terjadi dalam proses globalisasi.
Perubahan
budaya yang terjadi di dalam masyarakat tradisional, yakni perubahan dari
masyarakat tertutup menjadi masyarakat yang lebih terbuka, dari nilai-nilai
yang bersifat homogen menuju pluralisme nilai dan norma social merupakan salah
satu dampak dari adanya globalisasi.
Globalisasi memengaruhi hampir semua
aspek yang ada di masyarakat,
termasuk diantaranya aspek budaya.
Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun
persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Baik
nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan/psikologis,
yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi
penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat
dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan.
Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan.
Globalisasi
sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya
tertentu keseluruh dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world culture)
telah terlihat semenjak lama. Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini
dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke berbagai tempat di dunia ini ( Lucian W. Pye, 1966 ). Sub-kebudayaan
Punk
dan Korean
style, adalah contoh sebuah kebudayaan
yang berkembang secara global pada saat ini.
Ciri berkembangnya globalisasi kebudayaan
- Berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional.
- Penyebaran prinsip multikebudayaan (multiculturalism), dan kemudahan akses suatu individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya.
- Berkembangnya turisme dan pariwisata.
- Semakin banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain.
- Berkembangnya mode yang berskala global, seperti pakaian, film dan lain lain.
- Bertambah banyaknya event-event berskala global, seperti Piala Dunia FIFA.
- Persaingan bebas dalam bidang ekonomi.
- Meningkakan interaksi budaya antar negara melalui perkembangan media massa.
3. Globalisasi Politik
Kedaulatan negara
merupakan ide dari proses transformasi bentuk negara di dunia. Ide ini dimulai
dari tingkatan non politik, hubungan antar masyarakat sampai kebutuhan untuk
mengeksiskan sumberdaya di sebuah negara dan kemungkinan pergantian konsep
pemerintahan. Peningkatan hubungan ekonomi dan kebudayaan antar negara
mengurangi kekuasaan dan keaktifan pemerintah pada tingkat negara-bangsa dan
pemerintahan. Sehingga pemerintah tidak dapat lagi menghegemoni pemikiran dan bentuk-bentuk
perekonomian pada wilayahnya. Akhirnya instrumen-instrumen yang telah dibangun
pemerintah menjadi tidak efektif.
Kekuatan demokrasi
(yang dipahami sebagai kekuatan massa) memakai media partai sebagai corong
pembelaan ideologinya. Partai sendiri mencoba untuk mengatur kesejahteraan
anggota partainya masing-masing. Untuk itu perlu stabilitas politik yang
mantap. Konsep stabilitas politik yang mantap, bukan hanya trade mark penganut
Rostowian, fenomena negara-negara komunis pun menunjukkan hal yang serupa.
Sebagai langkah
taktis maka negara telah membuat beberapa kerangka kebijakan. Kebijakan
tersebut dijabarkan oleh Waters (1995) menjadi :
1. Pembangunan
kapasitas negara itu sendiri, sehingga pemberdayaan swasta menjadi sektor yang
penting. Di titik ini negara hanya berperan untuk mancerdaskan masyarakatnya
dengan melakukan pendidikan politik.
2. Kedua tempat atau kekuasaan negara menjadi
tersembunyi dibalik kekuasaan para birokrat.
3. Ketiga intervensi dari negara cenderung
merusak kestabilan dan mekanisme pasar.
4. Keempat negara tidak mampu lagi memberikan
kemanan seperti terorisme, sindikat obat-obatan, AIDS dan lingkungan.
Dengan persekutuan
internasional, negara menjadi lebih berbahaya dari keamanan. Hal ini membagi
dunia kepada permusuhan dimana komitmen pengadaan teknologi militer mempunyai
satu tujuan.
Globalisasi politik
ini menjadikan negara mengalami disetisasi atau pelemahan negara. Kelompok
pendukung negara mulai melokal. Komunitas perdagangan menjadi mengecil dan
digantikan oleh kepentingan lokal dan menjadi inisiatif warga negara.
Akibat globalisasi,
ada beberapa masalah yang dulu dianggap lokal menjadi masalah global. Isu
masalah ini sangat sensitif dan krusial, sehingga sering kali mengundang
intervensi dari suatu negara ke negara lain. Padahal setiap negara mempunyai
hak yang absolut untuk menentukan otonomi dari suatu negara.
F. MODERNITAS
Globalisasi mempunyai hubungan
dengan modernitas dan budaya industry barat yang dilandasi oleh pemikiran
rasional, ilmu dan teknologi yang berakar pada abad ke-17 dan 18 di Eropa yang
kemudian membawa pengaruhnya ke seluruh dunia.
Secara
historis, modernitas merupakan suatu
proses perubahan yang menuju pada tipe sistem-sistem sosial, ekonomi, dan
politik yang telah berkembang di Eropa Barat dan Amerika Utara pada abad ke-17
sampai 19. Sistem sosial yang baru ini kemudian menyebar ke negara-negara Eropa
lainnya serta juga ke negara-negara Amerika Selatan, Asia, dan Afrika.
Menurut
Wilbert E Moore modernitas mencakup suatu transformasi total kehidupan bersama
yang tradisional atau pra modern dalam arti teknologi serta organisasi sosial
ke arah pola-pola ekonomi dan politis yang menjadi ciri negara-negara barat
yang stabil. Sementara itu, menurut J W School,
modernitas adalah suatu transformasi, suatu perubahan masyarakat dalam segala
aspek-aspeknya. Karakteristik
umum modernitas yang menyangkut aspek-aspek sosio-demografis masyarakat dan
aspek-aspek sosio-demografis digambarkan dengan istilah gerak sosial (social
mobility). Artinya suatu proses unsur-unsur sosial ekonomis dan psikologis
mulai menunjukkan peluang-peluang ke arah pola-pola baru melalui sosialisasi
dan pola-pola perilaku. Perwujudannya adalah aspek-aspek kehidupan modern
seperti misalnya mekanisasi, mass media yang teratur, urbanisasi, peningkatan
pendapatan perkapita dan sebagainya.
Institusi – institusi sosial modern dalam
beberapa hal unik yang berbeda bentuknya dari semua jenis tatanan tradisional.
Akibatnya adalah diskontinuitas, terpisahnya institusi – institusi social
modern dari tatanan tradisional.
Diskontinuitas
adalah perkembangan bersifat tidak berkesinambungan. Perkembangan
diskontinuitas ini merupakan proses perkembangan yang melibatkan proses -
proses berbeda secara kualitatif. Perubahan - perubahan seseorang terjadi
secara tiba - tiba dari suatu tahap ke tahap berikutnya. Jadi, memang sangat
berbeda dengan perkembangan kontinuitas tadi yang tahapannya saling
mempengaruhi.
Sebagai
contoh perkembangan yang bersifat diskontinuitas yaitu tahap - tahap
perkembangan cara berpikir anak. Perkembangan ini tidak menggambarkan adanya
perbedaan pada tahap sebelumnya secara kuantitatif, melainkan secara kualitatif
tetapi bukan sekedar dari pengalaman - pengalaman sebelumnya.
Diskontinuitas dapat diidentifikasi melalui :
a.
Perubahan yang sangat cepat : terutama
perubahan dalam bidang teknologi, dan lain – lain.
b.
Lingkup perubahan yang terkoneksi
satu sama lain : perubahan social memasuki keseluruhan muka bumi tanpa izin.
c.
Sifat intrinsik dari institusi
modern : system politik nation-state, ketergantungan besar – besaran dari
produksi atas sumber – sumber energy non hidup, komodifikasi sempurna produk –
produk dan tenaga kerja.
Diskontinuitas
– diskontinuitas dari Modernitas :
a.
Perentangan Waktu dan Ruang
Semakin berkembangnya teknologi komunikasi sekarang ini
waktu dan ruang benar – benar dapat terpisah. Artinya, kapan dan dimana saja
orang dapat berkomunikasi dengan orang – orang yang jaraknya beribu – ribu mil
jauhnya. Pada keadaan ini terjadi diskontinuitas karena ketidak-hadiran orang
dalam berkomunikasi. Kontrol social dari orang – orang di suatu ruang sebagai
penjaga tradisi tidak hadir.
b.
Mekanisme Pencabutan Hubungan –
hubungan Sosial
Ada dua tipe mekanisme pencabutan hubungan – hubungan
social, yaitu :
1.
Tanda – tanda simbolik
Uang sebagai media pertukaran yang lain denga system barter.
Uang berperan sebagai transaksi antara agen – agen yang terpisah antara ruang
dan waktu.
2.
Sistem ahli
Sistem ahli adalah kepandaian teknik atau keahlian
professional yang mengorganisir bidang luas yang berhubungan dengan benda –
benda pendukung kehidupan. Misalnya membuat rumah diserahkan kepada ahli
arsitektur. Kepercayaan ini merupakan perentangan social karena konteks social
tidak hadir dalam membahas tentanf suatu konstruksi rumah.
Institusi – Institusi Pendukung Modernitas
v
Kapitalisme
Kapitalisme merupakan suatu sistem ekonomi dimana yang
menjadi penguasa pelaku ekonomi adalah mereka yang memiliki modal besar. Kapitalisme
adalah sistem produksi komoditas, yang terpusat pada relasi antara kepemilikan
modal pribadi dan pekerja upahan yang tidak menguasai hak milik, relasi ini
membentuk proses utama sisten kelas. Kapitalisme
pada kesempatan ini turut menjadi institusi pendukung dari modernitas karena perubahan
fungsi dan struktur sosial yang terjadi di masyarakat.
v
Industrialisme
Industrialisme adalah suatu kondisi dimana usaha industri
mengalami perkembangan pesat di kehidupan masyarakat global. Industrialisme
turut menjadi salah satu institusi pendukung modernitas karena pemakaian sumber-sumber
kekuasaan material yang tidak berjiwa dalam produksi barang, yang dipadukan
dengan peran sentral mesin dalam proses produksi.
v
Pengawasan
v
Kekuatan militer
G. REAKSI
MASYARAKAT TERHADAP GLOBALISASI
a)
Gerakan
pro-globalisasi
Pendukung
globalisasi (sering juga disebut dengan pro-globalisasi) menganggap bahwa
globalisasi dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran ekonomi masyarakat
dunia. Mereka berpijak pada teori keunggulan komparatif yang dicetuskan oleh David Ricardo. Teori ini menyatakan bahwa suatu negara dengan negara lain
saling bergantung dan dapat saling menguntungkan satu sama lainnya, dan salah
satu bentuknya adalah ketergantungan dalam bidang ekonomi. Kedua negara dapat melakukan transaksi pertukaran sesuai
dengan keunggulan komparatif yang dimilikinya. Misalnya, Jepang memiliki keunggulan komparatif pada produk kamera digital
(mampu mencetak lebih efesien dan bermutu tinggi) sementara Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada produk kainnya. Dengan
teori ini, Jepang dianjurkan untuk menghentikan produksi kainnya dan
mengalihkan faktor-faktor produksinya untuk memaksimalkan produksi kamera
digital, lalu menutupi kekurangan penawaran kain dengan membelinya dari
Indonesia, begitu juga sebaliknya.
Salah
satu penghambat utama terjadinya kerjasama diatas adalah adanya
larangan-larangan dan kebijakan proteksi dari pemerintah suatu negara. Di satu sisi, kebijakan ini
dapat melindungi produksi dalam negeri, namun di sisi lain, hal ini akan
meningkatkan biaya produksi barang impor sehingga sulit menembus pasar negara yang dituju. Para pro-globalisme tidak setuju akan
adanya proteksi dan larangan tersebut, mereka menginginkan dilakukannya
kebijakan perdagangan bebas sehingga harga barang-barang dapat ditekan,
akibatnya permintaan akan meningkat. Karena permintaan meningkat, kemakmuran akan
meningkat dan begitu seterusnya.
Beberapa
kelompok pro-globalisme juga mengkritik Bank
Dunia dan IMF, mereka berpendapat bahwa kedua badan tersebut hanya
mengontrol dan mengalirkan dana kepada suatu negara, bukan kepada suatu
koperasi atau perusahaan. Sebagai hasilnya, banyak pinjaman yang mereka berikan
jatuh ke tangan para diktator
yang kemudian menyelewengkan dan tidak menggunakan dana tersebut sebagaimana
mestinya, meninggalkan rakyatnya dalam lilitan hutang negara, dan sebagai
akibatnya, tingkat kemakmuran akan menurun. Karena tingkat kemakmuran menurun,
akibatnya masyarakat negara itu terpaksa mengurangi tingkat konsumsinya; termasuk konsumsi barang impor, sehingga laju globalisasi
akan terhambat dan menurut mereka mengurangi tingkat kesejahteraan penduduk
dunia.
b)
Gerakan
antiglobalisasi
Antiglobalisasi
adalah suatu istilah yang umum digunakan untuk memaparkan sikap politis
orang-orang dan kelompok yang menentang perjanjian dagang global dan
lembaga-lembaga yang mengatur perdagangan antar negara seperti Organisasi
Perdagangan Dunia (WTO).
"Antiglobalisasi" dianggap
oleh sebagian orang sebagai gerakan sosial, sementara yang lainnya
menganggapnya sebagai istilah umum yang mencakup sejumlah gerakan sosial yang
berbeda-beda. Apapun juga maksudnya, para peserta dipersatukan dalam perlawanan
terhadap ekonomi dan sistem perdagangan global saat ini, yang menurut mereka
mengikis lingkungan hidup, hak-hak buruh, kedaulatan nasional, dunia ketiga,
dan banyak lagi penyebab-penyebab lainnya.
Namun,
orang-orang yang dicap "antiglobalisasi" sering menolak istilah itu,
dan mereka lebih suka menyebut diri mereka sebagai Gerakan Keadilan Global,
Gerakan dari Semua Gerakan atau sejumlah istilah lainnya.
H. DAMPAK
DAMPAK DARI GLOBALISASI
1)
Dampak globalisasi
di bidang ekonomi
Dampak – dampak positif globalisasi di bidang ekonomi antara
lain :
§ Produksi global dapat ditingkatkan
Pandangan ini sesuai dengan teori
'Keuntungan Komparatif' dari David Ricardo. Melalui spesialisasi dan perdagangan faktor-faktor
produksi dunia dapat digunakan dengan lebih
efesien, output dunia bertambah dan masyarakat akan memperoleh keuntungan dari
spesialisasi dan perdagangan dalam bentuk pendapatan yang meningkat, yang
selanjutnya dapat meningkatkan pembelanjaan dan tabungan.
§ Meningkatkan kemakmuran masyarakat dalam suatu Negara
Perdagangan yang lebih bebas
memungkinkan masyarakat dari berbagai negara mengimpor lebih banyak barang dari
luar negeri. Hal ini menyebabkan konsumen mempunyai pilihan barang yang lebih
banyak. Selain itu, konsumen juga dapat menikmati barang yang lebih baik dengan
harga yang lebih rendah.
§ Meluaskan pasar untuk produk dalam negeri
Perdagangan luar negeri yang lebih bebas memungkinkan setiap
negara memperoleh pasar
yang jauh lebih luas dari pasar dalam negeri.
- Dapat memperoleh lebih banyak modal dan teknologi yang lebih baik
Modal dapat diperoleh dari investasi asing dan terutama
dinikmati oleh negara-negara berkembang karena masalah kekurangan modal dan
tenaga ahli serta tenaga terdidik yang berpengalaman kebanyakan dihadapi oleh
negara-negara berkembang.
- Menyediakan dana tambahan untuk pembangunan ekonomi
Pembangunan sektor industri dan
berbagai sektor lainnya bukan saja dikembangkan oleh perusahaan asing, tetapi
terutamanya melalui investasi yang dilakukan oleh perusahaan swasta domestik.
Perusahaan domestik ini seringkali memerlukan modal dari bank atau pasar saham.
dana dari luar negeri terutama dari negara-negara maju yang memasuki pasar uang
dan pasar modal di dalam negeri dapat membantu menyediakan modal yang
dibutuhkan tersebut.
Dampak – dampak negatif globalisasi di bidang ekonomi antara
lain :
- Menghambat pertumbuhan sektor industri
Salah satu efek dari globalisasi
adalah perkembangan sistem perdagangan luar negeri yang lebih bebas.
Perkembangan ini menyebabkan negara-negara berkembang tidak dapat lagi
menggunakan tarif yang tingi untuk memberikan proteksi kepada industri yang
baru berkembang (infant industry). Dengan demikian, perdagangan luar negeri
yang lebih bebas menimbulkan hambatan kepada negara berkembang untuk memajukan
sektor industri domestik yang lebih cepat. Selain itu, ketergantungan kepada
industri-industri yang dimiliki perusahaan multinasional semakin meningkat.
- Memperburuk neraca pembayaran
Globalisasi cenderung menaikkan
barang-barang impor. Sebaliknya, apabila suatu negara tidak mampu bersaing,
maka ekspor tidak berkembang. Keadaan ini dapat memperburuk kondisi neraca
pembayaran. Efek buruk lain dari globaliassi
terhadap neraca pembayaran adalah pembayaran neto pendapatan faktor produksi
dari luar negeri cenderung mengalami defisit. Investasi asing yang bertambah
banyak menyebabkan aliran pembayaran keuntungan (pendapatan) investasi ke luar
negeri semakin meningkat. Tidak berkembangnya ekspor dapat berakibat buruk
terhadap neraca pembayaran.
- Sektor keuangan semakin tidak stabil
Salah satu efek penting dari
globalisasi adalah pengaliran investasi (modal) portofolio yang semakin
besar. Investasi ini terutama meliputi partisipasi dana luar negeri ke pasar saham. Ketika pasar saham sedang meningkat, dana ini akan
mengalir masuk, neraca pembayaran bertambah bak dan nilai uang akan bertambah baik. Sebaliknya, ketika harga-harga saham
di pasar saham menurun, dana dalam negeri akan mengalir ke luar negeri, neraca
pembayaran cenderung menjadi bertambah buruk dan nilai mata uang domestik
merosot. Ketidakstabilan di sektor keuangan ini dapat menimbulkan efek buruk
kepada kestabilan kegiatan ekonomi
secara keseluruhan.
- Memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang
Apabila hal-hal yang dinyatakan di
atas berlaku dalam suatu negara,
maka dlam jangka pendek pertumbuhan ekonominya menjadi tidak stabil. Dalam
jangka panjang pertumbuhan yang seperti ini akan mengurangi lajunya pertumbuhan
ekonomi. Pendapatan nasional
dan kesempatan kerja akan semakin lambat pertumbuhannya dan masalah
pengangguran tidak dapat diatasi atau malah semakin memburuk. Pada akhirnya,
apabila globalisasi menimbulkan efek buruk kepada prospek pertumbuhan ekonomi
jangka panjang suatu negara, distribusi pendapatan menjadi semakin tidak adil
dan masalah sosial-ekonomi masyarakat semakin bertambah buruk.
·
Terhapusnya rasa
cinta terhadap produk dalam negeri karena banyak produk luar negeri yang
beredar di Indonesia.
2) Dampak globalisasi dibidang politik
Dampak – dampak positif globalisasi di bidang politik antara
lain :
v Meningkatnya hubungan
diplomatik antar negara.
v Kerjasama antar
negara jadi lebih cepat dan mudah.
v Meningkatnya
ketahanan politik, transparansi, akuntabilitas dan professional dalam
penyelenggaraan negara.
v Semakin
banyaknya lahir partai politik dan LSM sebagai sponsor atau penyaluran aspirasi
rakyat.
Dampak
– dampak negatif globalisasi
di bidang politik antara lain :
v Semakin
meningkatnya nilai-nilai politik individu, kelompok, oposisi, diktator
mayoritas atau tirani minoritas.
v Timbulnya
fanatisme rasial, etnis dan agama dalam forum dan organisasi.
v Timbulnya unjuk
rasa atau demonstrasi yang semakin berani dan terkadang mengabaikan kepentingan umum.
v Adanya
konspirasi internasional, artinya pertentangan kekuasaan dan percaturan politik internasional selalu mengarah kepada persekongkolan.
v
Lunturnya
nilai-nilai politik yang berdasarkan
semangat kekeluargaan, musyawarah mufakat, dan gotong royong.
3) Dampak globalisasi di bidang sosial budaya
Dampak
– dampak positif globalisasi
di bidang sosial budaya antara lain :
ü Terjadinya
kontak budaya melalui media massa yang dapat memberikan informasi tentang
keberadaan nilai-nilai budaya lain.
ü Terdapat
banyak bentuk-bentuk seni yang masih berpolakan masa lalu yang dimodifikasi
dengan kesenian modern untuk dijadikan komoditi yang dapat dikonsumsi masyarakat
modern.
Dampak
– dampak negatif globalisasi
di bidang sosial budaya antara lain :
ü Norma-norma
yang terkandung dalam kebudayaan bangsa Indonesia perlahan-lahan mulai pudar.
ü Berbagai tradisi
keagamaan dan relasi kekeluargaan yang tradisional berubah mengikuti
kecenderungan umum globalisasi, yakni bercampuraduk dengan berbagai tradisi
lain.
ü Terjadinya
penurunan rasa cinta terhadap kebudayaan yang merupakan jati diri suatu bangsa.
ü Erosi
nilai-nilai budaya.
ü Terjadinya
akulturasi budaya yang selanjutnya berkembang menjadi budaya massa.
BAB III
PEMBAHASAN TENTANG BUDAYA KONSUMEN
A.
SEJARAH BUDAYA KONSUMEN / KONSUMERISME
Budaya konsumerisme/ konsumen dilatar belakangi oleh
munculnya masa kapitalisme yang diusung oleh Karl Marx yang kemudian disusul
dengan liberalisme. Budaya konsumen/konsumerisme yang merupakan jantung dari
kapitalisme adalah sebuah budaya yang didalamnya terdapat bentuk halusinasi,
mimpi, artifilsialitas, kemasan wujud komoditi, yang kemudian dikonstruksi
sosial melalui komunikasi ekonomi ( iklan, show,media, dan ) sebagai kekuatan
tanda (semiotic power) kapitalisme.
Kapitalisme
global mulai berkembang pesat, segera setelah ‘Perang Dingin’ yang berakhir
tahun 1980-an. Hal-hal tersebut merupakan pemicu utama berkembangnya
kapitalisme global atau globalisasi ekonomi yang diawali dengan pertemuan General
Agreement on Trade and Tarrif (GATT) di Maraquesh, Maroko, 1993. Robert
Heilbroner dalam bukunya 21st Century Capitalisme (1993)
menyatakan bahwa dalam diri kapitalisme itu sendiri ada daya gerak atau pembangkit
yang selalu bekerja menghasilkan perubahan yang konstan dengan tujuan yang
jelas (Heilbroner, 1993: 41). Kapitalisme global sebenarnya merupakan
kelanjutan dan penyempurnaan dari kapitalisme klasik yang telah dikritik oleh
Karl Marx. Kalau dalam kapitalisme klasik ruang lingkup atau jangkauan
kekuasaannya hanya dalam satu negara, maka dalam kapitalisme global dunia seakan
tidak mempunyai sekat-sekat kedaulatan lagi.
B.
PENGERTIAN
BUDAYA KONSUMEN
Budaya konsumen merupakan suatu hal
yang menarik utuk dikaji karena terkait dengan budaya pop karena budaya
konsumen ini mengacu seperti budaya pop yaitu bersifat massal. Budaya konsumen
itu sendiri diciptakan dan ditujukan kepada negara-negara berkembang guna
menciptakan sebuah poal hidup masyarakat yang menuju hedonisme. Budaya konsumen
itu sendiri terjadi sudah lama dinegara-negara maju dan kini mulai banyak
ditinggalkan oleh masyarakat dan khususnya kelas intlektual di negara maju,
budaya konsumen banyak dijumpai diamerika karena amerika merupakan negara yang
mencetuskannya dengan tujuan terciptanya imperialisme kebudayaan / kebudayaan
kapitalis, serta perubahan kebudayaan yang diukur melalui nilai-nilai
materialisme.
Budaya konsumen juga dapat diartikan
pula sebagai budaya-budaya yang dilakukan oleh seorang konsumen. Adapun budaya
konsumen menggunakan image, tanda-tanda dan benda-benda, simbolik yang
mengumpulkan mimpi-mimpi, keinginan dan fantasi yang menegaskan keauntentikan
romantik dan pemenuhan emosional dalam hal menyenangkan diri sendiri bukan
orang lain; secara narsistik.
Budaya
konsumen merupakan tatanan simbolik dan makna sebagai alat untuk merespon suatu
keadaan yang dipenuhi oleh berbagai barang konsumsi yang dihasilkan oleh
industri. Respon – respon ini melahirkan perilaku dan gaya hidup tertentu.
C. CIRI –
CIRI BUDAYA KONSUMEN
a.
Matrealistis, mengungkapkan
kemiskinan rohaniah dan mementingkan konsumsi barang – barang. Mengglobalnya
supermarket, minimarket, mall, pasar raya, dan pusat perbelanjaan lainnya.
b.
Berperannya media massa, seperti
surat kabar, majalah, televise yang mampu menciptakan dan menyebarkan kesan
tanpa henti.
D. PERSPEKTIF
BUDAYA KONSUMEN
Dalam budaya konsumen terdapat tiga
macam perspektif, yaitu :
1.
Produksi konsumsi
Pandangan
bahwa konsumen dipremiskan dengan ekspansi produk komoditas kapitalis yang
memunculkan akumulasi besar-besaran budaya dalam bentuk barang-barang konsumen
dan tempat-tempat belanja dan konsumsi. Para kapitalis perlu membangun pasar –
pasr baru dan pendidikan public agar menjadi konsumen melalui periklanan dan
media yang lain. Periklanan mampu mengeksploitasi kondisi – kondisi dan
memberikan image – image pencitraan, eksotika, nafsu, kecantikan untuk
menyebarkan benda – benda konsumsi.
2.
Mode – mode konsumsi
Pandangan bahwa masyarakat mempunyai
cara-cara yang berbeda dalam menggunakan benda-benda untuk menciptakan
ikatan-ikatan atau perbedaan masyarakat. Dalam mode-mode konsumsi terdapat
logika konsumsi, yaitu cara yang terstruktur secara sosial dimana benda-benda
digunakan untuk membatasi hubungan sosial. Dalam logika konsumsi ini, benda
konsumsi sebagai komunikator yang mampu menunjukkan identitas atau status
sosial ketika konsumen mampu membelinya atau memilikinya. Biasanya produsen membuat
suatu benda yang sulit didapat karena edisinya terbatas, maka tidak setiap
orang dapat memilikinya. Hanya orang – orang kalangan menengah atas dimana
mereka mempunyai modal/uang, kekuasaan dan ekonomi yang dapat memilikinya. Disinilah
orang menggunakan benda untuk menarik batas golongan social.
3. Estetika
dunia kehidupan
Adanya masalah kesenangan emosional
untuk konsumsi, mimpi-mimpi dan keinginan yang ditampakan dalam bentuk budaya
konsumsi dan tempat-tempat konsumsi tertentu yang secara beragam memunculkan
kenikmatan jasmaniah langsung serta kesenangan estetis.
E. FAKTOR –
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI POLA KONSUMSI
Ada tiga factor yang mempengaruhi pola konsumsi, antara lain
:
1)
Konsumen Individu.
Konsumen
individu biasanya melakukan pemilihan merek yang dipengaruhi oleh :
a.
Kebutuhan konsumen,
b.
Persepsi ataskarakteristik merek,
c.
Sikap kearah pilihan,
d.
Demografi konsumen,
e.
Gaya hidup, dan
f.
Karakteristik personalia.
2)
Pengaruh Lingkungan.
a.
Budaya (norma kemasyarakatan, pengaruh
kedaerahan atau kesukuan),
b.
Kelas sosial (keluasan grup sosial
ekonomi atas harta milik konsumen),
c.
Grup tata muka (teman, anggota
keluarga, dan grup referensi) dan
d.
Faktor menentukan yang situasional (
situasi dimana produk dibeli seperti keluarga yang menggunakan mobil dan
kalangan usaha).
3)
Marketing strategi
Merupakan
variabel dimana pemasar mengendalikan usahanya dalam
a.
Memberitahu dan mempengaruhi
konsumen,
b.
Barang,
c.
Harga,
d.
Periklanan, dan
e.
Distribusi yang mendorong konsumen
dalam proses pengambilan keputusan. Pemasar harus mengumpulkan informasi dari
konsumen untuk evaluasi kesempatan utama pemasaran dalam pengembangan pemasaran.
F. INDIVIDUALISME
BARU DALAM MASYARAKAT KONSUMEN
Masyarakat
konsumen yang hidup dari tanda-tanda yang ditawarkan oleh globalisasi pada
gilirannya akan menjadi masyarakat yang menganut individualism baru.
Individualisme baru ini muncul sejalan dengan berkembangnya liberalisme dalam
kapitalisme global. Dalam liberalisme awal muncul individualisme klasik yang
masih identik dengan kaum kapitalis. Liberalisme awal menawarkan konsep tentang
kebebasan individu termasuk di dalamnya kebebasan hak milik yang masih terbatas
dalam sekat-sekat kedaulatan suatu negara. Maksudnya, kebebasan yang dimaksud
masih berkaitan dengan posisi individu ketika berhadapan dengan negara. John
Locke, seorang pemikir liberalisme, melihat kebebasan sebagai suatu keadaan
alamiah manusia. Dalam hal ini suatu benda dikatakan sebagai milik satu orang
ketika benda itu didayagunakan atau diberi nilai tambah oleh orang tersebut
(Franz Magnis-Suseno, 1987: 123-124).
Sejarah
kemudian mencatat bahwa pertarungan antara liberalisme-individualisme klasik di
satu pihak dengan marxisme-sosialisme di pihak lain mengahasilkan suatu kesadaran
baru dalam dunia kapitalis yang terejawantah dalam ideologi neoliberalisme.
Ideologi neoliberalisme pada gilirannya melahirkan kapitalisme global. Gabungan
antara liberalisme pada tataran teoritis dan kapitalisme global pada tataran
praksis memunculkan individualisme baru. Individualisme baru yang diperjuangkan
dan memang berhasil direalisasikan oleh kaum neoliberalis mensyaratkan adanya
pembatasan peran negara dalam mengatur ekonomi dan kehidupan sosial-ekonomi
tiap warganya. Wewenang itu harus dikembalikan pada tiaptiap individu. Hal ini,
jika dijalankan dalam kerangka kapitalisme global, secara niscaya akan
menghasilkan masyarakat yang sejahtera (Giddens, 1999: 13). Individualisme baru
yang berada di bawah paying kapitalisme global dan neoliberalisme secara fundamental
berbeda dengan individualisme klasik. Dalam hal ini, individualisme baru
menjadi lebih kompleks, bukan hanya sekedar kebebasan warga ketika berhadapan
dengan negara, tetapi lebih merupakan kebebasan individu ketika berhadapan
dengan barangbarang konsumsi. Di sini muncul kontradiksi dalam diri individualisme
baru, di mana kebebasan individu untuk berkonsumsi sekaligus bisa dilihat
sebagai keterikatantanda-tanda yang diperkenalkan oleh kaum kapitalis global
melalui media massa.
G. DAMPAK DAN SOLUSI DARI BUDAYA KONSUMEN
Dampak yang sangat mencolok dari
budaya konsumen yaitu pola hidup masyarakat, seperti hedonisme, konsumerisme
dan kapitalisme. Budaya konsumen pada dasarnya merupakan cara berfikir atau
memandang seseorang yang kemudian menginternalisasi dalam kehidupannya karena
dibiasakan yang akhirnya populer dan menjadi budaya massa.
Contoh nyata dari budaya konsumen yaitu TV dimana pada
mulanya tujuan dari adanya TV sebagai sumber/transfer informasi, pengetahuan,
dan pendidikan. Tujuan itu kini telah berubah seiring dengan pesatnya
perkembangan teknologi dan informasi khususnya TV, Internet, dll. Tujuan semula
yaitu sebagai tranfer informasi, pengetahuan dan pendidikan kini berubah 90%
hanya untuk hiburan saja hal itu semata-mata dilakukan untuk merauk keuntungan
materiil semata oleh para pelaku bisnis hiburan dan TV.
Sisi baik dari
budaya konsumen apabila dilihat secara menyeluruh dapat meningkatkan pendapatan
nasional. Artinya budaya konsumen dapat meningkatkan orang untuk giat berusaha.
Melimpahnya barang – barang konsumtif dan kesan – kesan yang ada dalam televise
dan media massa yang sangat menggoda orang mempunyai dampak buruk apabila uang
yang dimiliki untuk membeli barang – barang konsumtif tersebut didapat dari
tindakan kejahatan, seperti mencuri, korupsi, dan tindakan – tindakan lain yang
merugikan negara dan bangsa seperti pengedar narkoba, dan yang lainnya.
Solusinya adalah
kita jangan terpaku pada keinginan untuk memiliki barang – barang konsumtif
yang terkesan mewah dan mahal yang memaksa kita untuk bersifat boros dalam
membelanjakan uang. Berhematlah dalam membelanjakan uang serta Anda harus hati
– hati dalam memilih barang yang ingin Anda beli. Jangan sampai Anda membeli
barang – barang konsumtif hanya untuk menunjukkan status social Anda. Jika
perlu, cobalah gunakan skala prioritas kebutuhan dalam membeli barang – barang
konsumtif.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Globalisasi sangatlah erat kaitannya dengan budaya
konsumen dan permasalahan social, budaya, politik, dan khususnya ekonomi. Suatu barang terkadang digunakan untuk memperoleh prestise
karena harganya sangat tinggi dan sukar diperoleh. Adapula barang seperti
hadiah dan warisan yang tidak lagi dipandang sebagai barang yang diperdagangkan
sehingga dianggap tidak berharga, dalam arti tidak pantas dipertimbangkan untuk
menjualnya atau menetapkan harganya karena menimbulkan hubungan personal yang
erat serta untuk membangkitkan memori tentang seseorang yang dicintainya.
Konsumerisme,
budaya konsumen dan cara hidup masyarakat kita sudah jauh mengalami perubahan,
menuju budaya dan prilaku kehidupan yang konsumtif. Prilaku konsumstif ternyata
bukan hanya milik orang kaya atau orang kota, melainkan juga ditiru oleh
kelompok kelas bawah dan masyarakat desa. Perubahan pola konsumtif tersebut
tidak bisa tidak sebagai akibat langsung dari perkembangan teknologi komunikasi
dan media, seperti TV dan media cetak lainnya. Iklan dan advertising telah
memainkan peran yang tidak sedikit dengan “bujukan” dan “rayuan”nya yang
dilancarkannya secara terus menerus guna men-stimuli budaya konsumsi
masyarakat.
Di lain pihak, benda-benda yang
dibuat untuk keperluan ritual dan mempunyai nilai simbolik, cenderung tidak
diperjual belikan, tetapi pada saat yang sama dapat menaikkan nilai benda-benda
tersebut. Kelangkaan benda-benda itu serta ketidakberhargaannya justru menaikkan
harga dan daya tariknya.Kesenangan masyarakat terhadap benda-benda hanya
sebagian saja yang berhubungan konsumsi fisik benda tersebut, dan sangat jelas
berkaitan dengan manfaat benda itu sebagai pemberi ciri, misal pemakaian
beberapa merek dagang.
Di samping penguasaan budaya dan
informasi, orang harus mengetahui tentang bagaimana menggunakan serta
mengkonsumsi secara tepat dan dengan kemudahan dalam segala situasi. Di sini
selera juga mengklasifikasikan orang yang bersangkutan, dimana pilihan konsumsi
dan gaya hidup melibatkan keputusan yang membedakan yang pada saat yang sama
mengidentifikasikan dan mengklasifikasikan pilihan selera diri sendiri menurut
orang lain. Pemakalah pada kesempatan kali ini mengkaji permasalahan budaya
konsumen sebagai suatu proses kebudayaan yang memiliki akibat/masalah bagi
masyarakat dalam jangka panjang atau berpengaru pada struktur sosial
masyarakat dimasa depan baik itu bersifat positif maupun negatif.
Disamping itu, pengaruh globalisasi disatu sisi ternyata menimbulkan
pengaruh yang negatif bagi kebudayaan bangsa Indonesia . Norma-norma yang
terkandung dalam kebudayaan bangsa Indonesia perlahan-lahan mulai pudar.
Gencarnya serbuan teknologi disertai nilai-nilai interinsik yang diberlakukan
di dalamnya, telah menimbulkan isu mengenai globalisasi dan pada akhirnya
menimbulkan nilai baru tentang kesatuan dunia. Oleh karena itu perlu
dipertahanan aspek sosial budaya Indonesia sebagai identitas bangsa. Caranya
adalah dengan penyaringan budaya yang masuk ke Indonesia dan pelestarian budaya
bangsa. Bagi masyarakat yang mencoba mengembangkan seni tradisional menjadi
bagian dari kehidupan modern, tentu akan terus berupaya memodifikasi
bentuk-bentuk seni yang masih berpolakan masa lalu untuk dijadikan komoditi
yang dapat dikonsumsi masyarakat modern. Karena sebenarnya seni itu indah dan
mahal.
0 komentar:
Posting Komentar